Kisah : Zainab Binti Jahsyi (Istri Rasulullah yang Wali nikanya paling mulia)





Wahai kawan alhamdulillah hari ini saya mencoba membagikan sebuah kisah menarik tentang sosok istri Rasulullah SAW yakni Zainab binti Jahsyi. Sejenak saya bahas dulu profil dari beliau.

Zainab Binti Jahsyi adalah seorang putri bangsawan. Beliau terlahir dengan nama Barrah. Baru setelah menikah dengan Rasulullah SAW., namanya oleh beliau diganti dengan nama Zainab. Ia adalah wanita muda yang cantik, keturunan bangsawan yang merupakan keturunan bani Asad bin Khuzaimah Al-Mudarri. Ia merupakan cucu dari Abdul Muttalib, putri bibi Rasulullah SAW, Umaimah binti Abdul Muttalib. Perlu kawan semua ketahui Umaimah ini merupakan saudara perempuan Abdullah(ayahanda Rasulullah) dari lain ibu, dengan begitu Zainab binti Jahsyi ini merupakan saudara sepupu Rasulullah SAW. Para penulis biografi menuturkan bahwa Zainab ini berkulit putih, cantik dan termasuk wanita sempurna diantara wanita Quraisy. Dengan kondisi ini ia merasa bangga dengan kecantikannya dan keturunannya yang mulia.




Dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah

Kisah ini bermula ketika Zaid yang merupakan Anak Angkat Rasulullah SAW telah beranjak cukup dewasa, maka Rasulullah saw Memilihkan istri untuknya, yaitu Zainab binti Jahsyi. Namun bagaimana reaksi Zainab? Pasti saja menolak. Bagaimana tidak, Zainab adalah seorang wanita bangsawan pasti merasa harga dirinya jatuh ketika hendak menikah dengan seorang bekas budak walaupun sudah dimerdekakan. Begitu juga kakak Zainab, Abdullah bin Jahsyi memiliki pandangan yang sama dengan Zainab. Akhirnya, keduanya pun berterus terang dengan Rasulullah saw. Agar jangan diharuskan menerima penghinaan yang merendahkan martabatnya sebagai keturunan bangsawan. “Sungguh, aku tidak mau menikah dengan dia(zaid) selama-lamanya”, ujar Zainab. Tentu mereka berdua belum memahami bahwa semua manusia dalam pandangan Allah SWT. Adalah sama.

Akhirnya Rasulullah saw. Pun mengingatkan kakak – beradik itu tentang kedudukan zaid terhadap beliau dan terhadap agama islam. Namun tetap saja keduanya tidak mau menerimanya, dan akhirnya turunlah firman Allah SWT.


QS. Al-ahzab[33]: 36. :”Dan tidaklah pantas bagi laki – laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan(yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.

Dan akhirnya setelah turun ayat diatas, Zainab pun mau menikah dengan Zaid semata-mata karena taat pada perintah Allah SWTdan Rasul-Nya. Namun dalam perjalanannya pernikahan antara Zaid dan Zainab tidaklah harmonis. Bagaikan sebuah perahu yang terus dilamun oleh ombak, begitulah kira – kira gambaran rumah tangga ini. Ini terjadi tiada lain karena Zainab sukar melupakan kemuliaan dirinya sebagai wanita berdarah bangsawan. Ia tetap merasa tidak sudi bersuami seorang “bekas budak”. Zaid pun hanya mengadu pada Rasulullah mengenai perilaku istrinya tersebut. Namun berkali – kali pula Rasulullah berkata kepada zaid,”Pertahankanlah istrimu dan tetap bertakwa kepada Allah SWT.”

Singkat cerita, akhirnya zaid pun tidak tahan lagi menghadapi sang istri. Tentu saja Rasulullah SAW tidak dapat memaksakan sesuatu yang tidak mungkin dipikul oleh Zaid. Maka terjadilah perceraian antara Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsyi.

Rasulullah SAW dan Zainab menikah atas perintah Allah SWT.

Setelah masa idahnya berakhir, Rasulullah Saw meminang Zainab untuk menjadi istrinya meskipun beliau sadar, orang –orang akan mencibir dan mencemoohnya. Beliau harus menanggung beban itu demi menetapkan suatu urusan yang telah menjadi keputusan Allah SWT. Rasul menikahi Zainab dengan tujuan untuk mengangkat kembali harga diri Zainab dengan mengubah pandangannya yang selama ini merasa ternoda karen adinikahi seorang bekas budak. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk menghapus tradisi jahiliah yang melarang seorang menikahi janda bekas istri anak angkat, baik karena ditinggal mati atau diceraikan.
Dalam riwayat Al-Waqidi dan yang lainnya, diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW tengah berbicara dengan Aisyah, Istrinya, tiba – tiba beliau mengalammi peristiwa turunnya wahyu. Setelah selesai, wajah beliau kembali menjadi ccerah. Beliau tersenyum seraya berkata,”siapakah yang akan pergi ke rumah zainab untuk menyampaikan berita gembira kepadanya, bahwa Allah mengizinkan aku untuk menikahinya?”

Selanjutnya, Rasulullah saw, membaccakan firman Allah yang baru saja diturunkan kepadanya :



37. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni'mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni'mat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia [1220] supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya [1221]. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
38. Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu [1222]. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku

[1220] Maksudnya: setelah habis idahnya.

[1221] Yang dimaksud dengan "orang yang Allah telah melimpahkan ni'mat kepadanya" ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan ni'mat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammadpun telah memberi ni'mat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak. Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya.
[1222] Yang dimaksud dengan "Sunnah Allah" di sini ialah mengerjakan sesuatu yang dibolehkan Allah tanpa ragu-ragu.

Usai menyampaikan firman Allah tersebut, seseorang bergegas untuk menyampaikan kabar gembira itu kepada Zainab. adalah salma, seorang pelayan Rasululllah SAW ada juga yang mengatakan bahwa kabar gembira itu justru disampaikan langsung oleh Zaid sendiri. Lalu  reaksi Zainab pun atas kabar gembira tersebut adalah ia langsung melaksanakan salat sebagai rasa syukur kepada Tuhannya, seperti dalam riwayat Ibnu ‘Abbas r.a.

Kemudian Aisyah pun setelah mendengar firman Allah tersebut berkata “Saya merasa susah karena yang dekat dan karena yang jauh, karena berita yang sudah sampai kepada kami tentang kecantikannya, juga karena perkara terbesar dan termulia, yang telah dibuat oleh Allah terhadap dirinya. Allah telah menikahkannya dirinya dengan Rasulullah SAW dan dia pasti akan membanggakan dirinya dihadapan kita”.
Dengan turunnya ayat ini, maka resmilah Rasulullah SAW. Menikahkan dengan zainab binti Jahsyi. Allah sendirilah yang menikahkan beliau langsung dari atas langit ketujuh, tanpa wali dan tanpa saksi. Dan persis seperti dugaan beliau, orang – orang ramai mencibir memperbincangkan keputusannya menikahi zainab. orang –orang munafik dan kalangan yang tidak menyukai Rasulullah memelintir kabar pernikahan itu dengan mengatakan bahwa Muhammad telah menikahi bekas istri anaknya!.

Sesungguhnya, pernikahan Rasulullah saw dengan Zainab merupakan perintah Allah untuk menghapus tradisi Arab jahiliah berkaitan dengan posisi anak angkat. Pada masa itu, anak angkat dianggap memiliki status seperti anak kandung. Seorang tidak boleh menikahi janda bekas istri anak angkat. Rasulullah saw menikahi Zainab untuk menegaskan bahwa bagaimanapun posisi anak angkat berbeda dengan anak kandung.

Tidak ada orang lain yang pantas menghilangkan kebiasaan yang telah berurat akar ditengah –tengah masyarakat, atau adat yang dianut secara turun temurun. Dibutuhkan perubahan revolusioner yang harus dilakukan oelh orang yang benar – benar memiliki kredibilitas, popularitas dan otoritas dalam masalah tersebut agar bangsa Arab dapat menerima kenyataan ini dan mengganti adat kebiasaan dengan akidah yang benar. Tidak ada sesuatu yang perlu diperdebatkan dalam pernikahan yang diperintahkan Allah dengan tujuan untuk menghalalkan perkara yang diharamkan oleh orang – orang Arab sekaligus memperkenalkan undang –undang baru yang berfungsi sebagai pengganti peraturan lama yang tidak berlaku lagi.

Daftar Pustaka :



One Response so far.

  1. Anonim says:

    keren..

Leave a Reply

Kepada Para Pengunjung silahkan memberikan sedikit komentarnya dibawah ini...yaaa